Sejarah Lengkap Sahabat Nabi Salim Budak Abu Huzaifa
Zubaita Binti Jar telah melepaskan seorang budak bernama Salim, seorang remaja yang mendekati masa remaja.
Tsaubita melepaskannya saat dia melihat tanda-tanda sikap tenang, kepribadian murni, dan kecerdasan dalam diri Salim.
Dia juga memiliki jejak kebaikan dan kebajikan dalam tindakannya. Namun, Abu Huzaifa, salah satu pemimpin suami Tsubita, Bani Abdi Syamsin, sulit melepaskan Salim sejak usia dini.
Di sana Abu Huzaifa mengundang Salim untuk membawanya ke Masjidil Haram, dan Abu Huzaifa berdiri di antara orang-orang Quraisy yang berkumpul di sekitar Ka’bah. Abu Huzaifa berkata: Orang Quraisy menjawab, “Seberapa baik amalmu, Ibnu Utbah (Panggilan Abu Huzaifa)?”
Sejak saat itu, nama anak itu menjadi Salim bin Abi Hudzaifah. Tak lama setelah
, cahaya suci melintas di gurun Mekah.
Dan Allah mengutus seorang nabi dengan petunjuk dan ajaran agama yang benar. Abu Huzaifa dan putranya Salim adalah salah satu orang pertama yang tercerahkan oleh cahaya suci ini.
Kedua anak ini datang kepada Rasul Allah dan menjelaskan keislaman mereka di hadapannya. Bersama-sama, mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hambanya dan penutup rasulNya.
Segera setelah Abu Huzaifa dan putranya Salim masuk Islam, Islam juga menghapuskan adopsi anak.
Islam mengajarkan manusia untuk mengembalikan anak-anaknya kepada bapak asalnya agar dapat melahirkan keturunan (nasab) dan mematahkan kebiasaan jahiliyah. Inilah tata cara dengan firman Allah (swt) tentang pengangkatan anak:
“Panggil mereka (adopsi) menggunakan nama ayah mereka.” (Surat al-Ahzab [33]: 5)
Muslim juga menerima perintah Tuhan mereka. Mereka dengan cepat mencari hubungan orang tua-anak dari anak angkat, mencari informasi tentang ayah kandung, dan mengembalikan anak angkat ke ayah kandung.
Sejarah Lengkap Sahabat Nabi Salim Budak Abu Huzaifa
Namun, Abu Huzaifa tidak dapat menemukan ayah kandung Salim, tetapi dia selalu meminta informasi tentang keberadaannya.
Hal ini karena Salim ditangkap pada usia dini, datang ke Mekah dan dijual di pasar budak, ketika Salim belum tahu siapa ayah dan ibunya.
Karena itulah orang menjuluki Salim si Salim Budak Abu
Namun, hubungan antara Salim dan Abhu Zaifa berbeda dengan hubungan antara tuannya dan budaknya.
Tapi itu adalah hubungan antara saudara laki-laki dan saudaranya setelah Islam menghubungkan dua pikiran yang berbeda dan iman menghubungkan dua jiwa yang terpisah.
Hati mereka penuh cinta kepada Allah dan rasul-rasulnya. Abu Huzaifa bermaksud untuk lebih mempererat dan memperdalam hubungannya dengan Salim, dan juga ingin menghapus sisa-sisa prasangka jahil yang telah dibasmi Islam.
Di sana, Abu Fuzaifa menikah dengan Salim dan keponakan Abu Fuzaifa, seorang suku Quraisy (Al Absham) dengan status dan silsilah yang baik. Alhasil, Salim menjadi Al Ak Fira (saudara seiman) bagi Abu Huzaifa dan salah satu kerabatnya.
Tak lama setelah itu, kedua bersaudara itu dipisahkan oleh berbagai peristiwa yang menimpa dan menimpa umat Islam.
Abu Huzaifa hijrah ke tanah Habasha untuk menyelamatkan agama, kepercayaan dan keyakinannya dari siksaan kaum Quraisy.
Sementara itu, Salim lebih memilih tinggal di Mekkah bersama para Rasul Allah, mempelajari kehidupannya dalam kitab Allah sehingga setelah ayat ayat Al-Qur’an diturunkan,
Maka Salim dapat membacakan ayat-ayat Al Qur’an dengan khusyuk. Kemudian ia dapat memahami dan mentadabburi suratsurat Al Qur’an yang diturunkan, sehingga ia menjadi salah seorang sahabat yang menghapalkan Al Qur’an pada zaman Nabi Saw.
Salim juga termasuk salah satu dari 4 orang yang dipesankan Nabi Saw kepada ummat ini untuk mengambil pelajaran Al Qur’an dari mereka.
Sabdanya: “Pelajarilah Al Qur’an dari keempat orang ini: Abdullah bin Mas’ud, Salim budak Abu Hudzaifah, Ubai bin Ka’b dan Muadz bin Jabal.”
Sejarah Lengkap Sahabat Nabi Salim Budak Abu Huzaifa
Para sahabat Nabi Saw yang mulia mengetahui kelebihan Salim dibandingkan mereka dalam menghapal Kitabullah, penguasaannya, pentadabburan ayatnya dan pemahaman akan makna dan maksudnya.
Saat kaum muslimin berhijrah dari Mekkah ke Madinah, maka kaum muslimin mendaulat Salim untuk menjadi imam bagi mereka.
Kaum muslimin terus shalat dengan Salim sebagai imamnya sehingga Rasulullah Saw tiba, meskipun dalam barisan muslimin saat itu terdapat Umar bin Khattab dan beberapa tokoh sahabat yang ternama.
Kemudian Allah berkenan untuk mempertemukan Salim dengan saudaranya seiman yaitu Abu Hudzaifah setelah hijrah. Allah Swt juga memperkenankan mereka berdua untuk turut-serta dalam perang Badr bersama Rasulullah Saw.
Saat pasukan muslimin hendak turun ke medan laga, Salim berkata kepada saudaranya Hudzaifah: “Lihatlah wahai Abu Hudzaifah, itu ayahmu Utbah bin Rabiah berada di barisan terdepan, ia bersiap untuk menghadapi Islam dan pasukan muslimin.”
Abu Hudzaifah menjawab: “Benar, aku melihatnya. Dan itu ada dua orang musuh Allah yang bernama Syaibah bin Rabi’ah pamanku dan saudaraku yang bernama Al Walid bin Utbah, yang mengiringi ayahku.
Kalau saja Rasulullah Saw mengizinkan, maka aku akan menghadapi mereka satu demi satu dan aku akan membuat mereka mati terbunuh, atau aku akan berpulang ke sisi Tuhanku dalam kondisi ridha dan diridhai.
Begitu peperangan usai, Salim dan Abu Hudzaifah melihat orang yang tewas menjadi korban perang. Ternyata mereka menemukan Utbah ayah dari Abu Hudzaifah, Syaibah pamannya dan Al Walid saudaranya.
Kesemuanya tewas tak bergerak. Abu Huzaifah lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah membuat hati Nabi-Nya tenang dengan kematian mereka semua.”
Kedua bersaudara dalam ikatan iman ini senantiasa turut-serta berjihad di bawah komando Rasulullah Saw dalam setiap peperangan pada masa Beliau.
Mereka juga menunaikan hak Alah dan Rasul-Nya hingga pada saat perang Yamamah pada masa pemerintahan Abu Bakar As Shiddiq ra.
Sejarah Lengkap Sahabat Nabi Salim Budak Abu Huzaifa
Pada hari itu, Abu Bakar berniat untuk berperang menumpas Musailamah Al Kadzzab, dan mengerahkan pasukan muslimin di segala penjuru untuk memberantas fitnah buta yang hampir mencelakakan Islam dan membahayakan penganutnya.
Maka Salim dan Abu Hudzaifah bersegera untuk mempertahankan agama Allah, dan berangkat untuk berperang melawan Musailamah sang musuh Allah.
Kedua pasukan bertemu di bumi Yamamah, dan peperangan berlangsung dengan sengit antara keduanya yang jarang sekali ditemukan peperangan sedahsyat itu dalam sejarah.
Pasukan muslimin merangsek masuk dengan komando Ikrimah bin Abu Jahl dan Khalid bin Walid dengan begitu berani yang sulit digambarkan tentang keberanian mereka.
Begitu juga halnya dengan kaum murtad dengan komando Musailamah yang tidak kalah beraninya.
Akan tetapi kemenangan berada dalam pihak Musailamah Al Kadzzab, bahkan beberapa orang prajuritnya berhasil menyusup ke tenda Khalid bin Walid dan hampir menyandera istri Khalid kalau saja tidak ada salah seorang di antara mereka yang mencegahnya.
Pada saat itulah semangat pasukan muslimin mulai bangkit, dan ada di antara mereka beberapa prajurit yang gagah berani.
Mereka rela menukar diri mereka yang dapat mati hari itu atau keesokannya dengan diri dan jiwa yang tidak akan mati untuk selamanya.
Pada saat itu, Khalid kembali mengatur barisan pasukan muslimin, dan ia menyerahkan panji komando pasukan Muhajirin kepada Salim budak Abu Hudzaifah sebagaimana ia menyerahkan panji komando pasukan Anshar kepada Tsabit bin Qais.
Zaid bin Khattab berdiri memberikan semangat kepada pasukan muslimin untuk bertempur seraya berseru: “Wahai manusia, gigitlah geraham kalian dengan keras! Tebaslah leher musuh kalian! Majulah terus….!
Wahai manusia, Demi Allah aku tidak akan mengatakan apapun juga setelah ini, sehingga Allah Swt mengalahkan Musailamah Al Kadzzab dan para pengikutnya atau aku sendiri yang akan terbunuh, sehingga aku dapat berjumpa Allah dengan membawa alasanku.”
Kemudian Zaid lansung masuk ke dalam barisan. Ia terus berjuang melawan musuh hingga akhirnya ia mati terbunuh.
Sejarah Lengkap Sahabat Nabi Salim Budak Abu Huzaifa
Kemudian Abu Hudzaifah mengikuti jejak Zaid bin Khattab dan segera berseru: “Wahai para pengemban Al Qur’an, hiasilah Al Qur’an dengan aksi kalian!”
Kemudian ia maju ke medan laga untuk berjuang sehingga ia menjumpai ajalnya saat ia maju terus pantang mundur.
Sedangkan Salim budak Abu Hudzaifah menuju barisan Muhajirin dan berkata kepada dirinya sendiri: “Seburuk-buruknya pengemban Al Qur’an adalah aku bila kaum muslimin berdatangan dan berlindung ke arahku.”
Kemudian ia langsung terjun ke medan laga untuk mempertahankan panji kaumnya sehingga tangan kanannya putus. Ia pun mengambil panji tersebut dengan tangan kirinya. Ia terus berjuang hingga tangan kirinya pun putus.
Ia pun kini mengambil panji tersebut dengan kedua lengan atasnya. Ia terus mempertahankan panji tersebut sehingga ia tidak mampu lagi menanggung luka di badan, lalu ia terjatuh ke tanah dengan bersimbah darah.
Baca Juga : Kisah Lengkap sahabat Rasulullah Utsman bin Affan menjadi Menantu Rasulullah 2 Kali
Saat perang telah usai, Khalid bin Walid menemukan Salim budak Abu Hudzaifah masih dalam kondisi hidup. Salim lalu bertanya kepada Khalid: “Apa yang telah didapat oleh pasukan muslimin?”
Khalid menjawab: “Allah telah memberikan kemenangan kepada mereka, Allah telah membunuh Musailamah Al Kadzzab buat kaum muslimin, dan Allah telah menghancurkan pasukan dan pendukung Musailamah.”
Salim bertanya lagi: “Lalu apa yang dilakukan oleh saudaraku Abu Hudzaifah?” Khalid menjawab: “Ia telah pergi ke pangkuan Tuhannya. Ia terbunuh sebagai seorang syahid.”
Salim berkata: “Letakkanlah tubuhkuk disamping tubuhnya!” Khalid menjawab: “Itulah tubuhnya yang sedang berbaring dengan sebuah bantal dekat kakimu.”
Kemudian Salim memekamkan kedua matanya sambil berkata: “Kita bersama disini (di dunia) ya Abu Hudzaifah, dan Insya Allah kita akan bersama di sana (di akhirat).”
Kemudian Salim menghembuskan nafasnya yang terakhir.